Arsip

All posts for the month Mei, 2017

Published 31 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Apa kau menunggu tubuhmu menjadi renta untuk semangat berangkat tarawih?

Terlepas memilih sholat di rumah atau di masjid, apa kau menunggu tua untuk semangat melaksanakannya? Apa tarawih hanya sekadar pembuka dan penutup Ramadhan semata? 

Yakinkah bila kau bisa sampai pada usia yang tak lagi muda?

P.s Reminder untuk diri sendiri. Selalu takjub sama ibu-ibu yang tubuhnya tidak lagi sebugar yang muda tapi masih semangat berangkat ke masjid.

Kata seorang teman, “Coba liat yang ngeramein masjid, kalo bukan yang tua-tua. Entah yang muda pada kemana.”

Published 31 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Aku pernah ada di hatimu, meski sesaat. Aku pernah menjadi bagian mimpimu, meski sekelebat. Aku pernah kau sebut dalam doamu, meski akhirnya kita tidak tepat.

Published 30 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Kamu merasa tidak nyaman dengan komentar orang lain. Jangan-jangan kamu juga sering membuat orang lain tidak nyaman dengan komentarmu yang begini dan begitu.

Kesiapan yang (Tidak) Siap

Published 29 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Kemarin sore, ketika saya harus meng-ACC laporan-laporan praktikan yang sebenarnya saya masih harus menunggu beberapa di antara mereka yang masih menulis. Ya, laporan praktikum jurusan saya masih harus tulis tangan, meskipun beberapa sub bab sudah diketik. Tapi, yah tetap saja banyak yang harus ditulis. 

Saya melihat gurat lelah di wajah para adik tingkat yang sore itu cukup banyak yang berkumpul di salah satu lantai yang menjadi saksi bisu saya menunggu dosen. Kebanyakan dari mereka mengeluh sambil bercanda. Ada yang bercerita tidak tidur sama sekali karena harus menggarap laporan yang harus segera selesai. Ada yang mengeluh tangannya sudah sakit sehingga meminta izin untuk istirahat tidak menulis selama beberapa menit. Dan banyak cerita lainnya yang membuat saya tertawa, tepatnya kami tertawa bersama. Atau karena font style tulisan mereka yang berubah tipe karena ditulis dalam keadaan mengantuk. 

Dari delapan praktikan yang harus saya pegang, masih ada dua orang yang masih belum selesai. Satu orang izin untuk masuk kelas karena harus kuliah sampai pukul 17.00 WIB, sementara satunya lagi berkata bahwa ia masih kurang cukup banyak dan dalam keadaan tidak fit, sebut saja dia Melati. Melati mendekat ke sisi kiri saya sambil menyandarkan dirinya ke dinding.

Mbak dulu mondok ya?”. Saya antara terkejut dan tidak, mendengar pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulutnya. Saya cukup biasa menghadapi pertanyaan semacam ini. Saya tersenyum.

“Engga dek. Kenapa?” 

“Kok mba syar’i?

Saya sedikit tertawa.

“Pengen aja dek.”. Jawab saya sekenanya.

“Mbak doain aku ya biar bisa syar’i.”. Pinta Melati sambil masih menulis.

“Aamiin.” 

Bukan pertama kali saya bertemu dengan orang seperti Melati yang minta didoakan dan bertanya sebelumnya tentang hal ini. Bahkan saya pernah menuliskan sedikit masalah semacam ini yang sepertinya banyak dibahas di akun-akun dakwah. Pun teman-teman saya banyak yang bercerita tentang niat untuk menyempurnakan menutup aurat.

Saya sendiri masih belum sempurna, masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki. Masih banyak sekali PR yang harus saya kerjakan. Tapi, di sisi lain saya juga ingin menguatkan mereka yang ingin segera menyempurnakan, meskipun di hadang banyak ketakutan. Ya, ketakutan yang sejatinya klasik. Selalu itu-itu saja yang menjadi alasan. Belum siap jika harus mendapat komentar-komentar dari orang, belum siap karena merasa akhlak masih sangat jauh dari kata baik atau seseorang pernah berkata masih belum siap jika harus putus dengan pacarnya. 

Saya paham sekali rasanya, beberapa alasan memang pernah saya alami sendiri. Ketakutan yang pernah saya hadapi, tapi saya memilih untuk berani. Berani untuk menyegerakan karena saya pikir tidak akan bisa berproses jika kita tidak memulai. Saya memang pernah sempat menunda, pun karena alasan masih belum siap dengan pakaian atau kerudung yang harus lebih baik dari sebelumnya. Alhamdulillah, Allah mudahkan, Allah beri jalan. Maka, nasihat yang bisa saya berikan pada mereka tanpa harus merasa saya lebih baik dari mereka adalah segera dilaksanakan, meski bertahap. Yang terpenting selalu ada perubahan walau sedikit, perlahan-lahan menuju diri yang lebih baik dari sebelumnya.

Dear, kamu yang ingin segera menyempurnakan, yang sudah sangat ingin berkerudung lebih lebar. Allah tidak mungkin diam, Allah tidak mungkin tidak tahu niatmu, Allah tidak mungkin membiarkanmu. Maka, jangan menunggu atau menunda lagi. Sebab kesiapan itu tidak perlu ditunggu datangnya, tapi kita sendirilah yang harus menghidupkannya. Sebab kesiapan itu sejatinya ada karena kita yang mampu untuk terus percaya juga berbaik sangka padaNya. Percaya bahwa selalu ada Dia, selalu ada tangan-tanganNya yang merengkuh segala ketakutan yang kita punya.  

Saya tidak bisa memaksa yang lain untuk segera melakukan, tapi saya hanya bisa mengingatkan. Sebab saya pun masih dan selalu butuh teman untuk sama-sama belajar. Semoga itu kamu, saudari muslimahku. Dan tulisan ini sebenarnya juga untuk mengingatkan diri saya, bahwa kesiapan harus selalu ditumbuhkan. 

Mari membaik bersama 🙂

Malang, 30 Mei 2017 (4 Ramadhan 1438 H)

Published 28 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Makammu tak pernah kuziarahi. Kubiarkan usang dimakan rumput liar. Tak lagi kusiram dengan duka di pelupuk mata, apalagi kutabur bunga kenanga. Biar saja, biar saja kau menyatu dengan bumi, hilang dan benar-benar mati.

Published 28 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Penjara itu bernama puisi. Terpidananya adalah kamu. Kejahatanmu adalah mematahkan hatiku. Jaksa penuntutnya adalah luka. Hakimnya adalah aku. Lama penahananmu adalah selamanya.

Yang Tidak Kita Sadari (2)

Published 28 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Ada banyak hal yang memang terjadi tanpa kita sadari. Salah satunya merasa diri lebih baik dibanding orang lain. Merasa paling banyak tahu hanya karena belajar lebih dibanding orang lain. Merasa paling benar karena melakukan segala hal yang kita yakini benar. Sementara, orang lain yang tidak melakukan hal-hal yang kita anggap baik kita sebut tidak lebih tahu, tidak lebih pintar apalagi lebih baik dari diri sendiri. Diri kita menilai dengan seenaknya. Kita meremehkan orang lain hanya karena kita merasa lebih dari mereka.

Padahal bisa saja dimata Tuhan kita tidak jauh lebih baik dengan orang yang selama ini kita sebut tidak baik. Bisa saja orang itulah yang sebenarnya jauh lebih dekat denganNya, tapi lebih mampu menempatkan diri. Lebih mampu merendahkan hati entah di depan manusia maupun Dia. Bisa saja orang itulah yang sebenarnya jauh mengetahui banyak hal, namun lebih pintar menebar kebaikan tanpa perlu diketahui banyak orang. Bisa jadi orang itulah yang hidupnya jauh lebih bermanfaat tanpa kita ketahui apa saja yang telah dilakukannya.

Tapi percayalah, masih ada kesempatan untuk menyadari keburukan yang tidak kita sadari telah menghancurkan diri kita sendiri. Keburukan yang membakar satu demi satu kebaikan yang telah kita perbuat, yang seharusnya mendapat nilai baik dariNya. Karena diri kita yang tidak pandai merendahkan hati, menunduk pada Ilahi. Karena kesombongan yang tidak kita sadari telah menguasai hati dan diri. Sebab kita yang tak sadar telah menuhankan diri sendiri, sehingga merasa jauh lebih baik dibandingkan orang lain. Padahal kita tidak pernah tahu nilai kita di mataNya.

__

Bisa jadi, orang yang kau sebut tidak baik adalah yang lebih bersemangat menjalankan segala bentuk ibadah. Yang lebih dulu datang untuk tarawih, yang tahu dan tidak berlebihan ketika berbuka, yang menyiapkan hartanya khusus untuk bersedekah, yang selalu sigap menegakkan dhuha dan tahajud, yang selalu merasa haus akan ilmu, yang lebih lama dalam bercengkerama denganNya, yang selalu lebih khusyu’ dan mesra bersamaNya, yang lebih bertebaran kebaikan dan kebermanfaatannya. 

Kau tidak pernah tahu, kan? Sebab yang kau tahu hanya sibuk menilai begini dan begitu. Tanpa mau mencari sendiri, tanpa sadar telah merasa diri yang paling baik. 

Malang, 28 Mei 2017 (2 Ramadhan 1438 H)

Published 28 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Kau akan bertemu pada seseorang yang dengannya kau hanya cukup sampai batas mengagumi, tidak lebih.

Mungkin tidak hanya satu, bisa jadi beberapa.

Sampai pada akhirnya kau akan menemukan. Seseorang yang tidak hanya menghantarkanmu pada kekaguman, tapi juga pelaminan.
Published 28 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

andhirarum:

Apakah masih ada, lelaki baik yang mau menerima segala tentangku?

Aku tidaklah cantik seperti perempuan lain yang foto dirinya tersebar di feed ig, yang membuat banyak lelaki terpesona akan kecantikannya.

Aku bukanlah anak orang kaya. Yang bisa membeli ini itu dalam waktu sekejap. Bahkan kebutuhan untuk satu minggu pun, sudah harus aku rencanakan satu minggu sebelumnya agar tidak ada pengeluaran yang membludak. Untuk menghidupi diri sendiri saja, harus disambi berjualan hasil karya sendiri karena minimnya kiriman dana. Sungkan untuk meminta lagi kepada orang tua, karena bukan hanya aku saja yang harus mereka cukupi kehidupannya.

Aku memiliki masa lalu yang buruk. Buruk sekali hingga aku tak mau kembali lagi ke hal kelam itu, berusaha mati-matian untuk melupakan. Berusaha memendamnya agar tak muncul lagi ke permukaan.

Aku juga bukan perempuan yang modis. Pakaianku, hanya itu-itu saja. Tidak pernah update pakaian kekinian. Tidak pernah suka memakai pashmina yang dililit. Lebih suka memakai rok, baju kaos, dan kerudung yang lebar. Sepatu? Ah. Aku lebih suka memakai sandal crocs kemana-mana. Sederhana, bahkan mungkin terkesan ndeso dan kuno. Berdandan? Ah. Hanya bermodal lipstick, bedak, dan alis yang bahkan harus mencari harga yang tidak menguras kantong.

Aku lebih suka mengeluarkan uang untuk membeli membaca buku, dibandingkan harus mengeluarkan uang berlebih untuk nongkrong di kafe, nonton, atau membeli barang yang harganya diluar batas kemampuanku. Aku memang ndeso. Kampungan. Bahkan untuk mencoba makanan oleh-oleh artis yang lagi hits itu, aku berpikir dua kali untuk membelinya. Mending uangnya buat beli penyetan yang lebih murah.

Aku lebih suka berdiam diri di rumah. Menyibukkan diri mengerjakan hal yang membuat diri sendiri senang, daripada harus keluar main kesana kemari mencoba tempat wisata yang lagi hits. Ah, memang perempuan ndeso.

Masih banyak hal-hal dari diriku yang sangat-sangat kurang. Tetapi inilah aku, dengan segala keterbatasan dan kekuranganku. Inilah aku, perempuan yang terus berusaha memperbaiki diri agar kelak nantinya pantas. Walau tetap masih ada kekurangan nantinya.

Apakah masih ada, lelaki baik yang mau menerima segala tentangku?

Kata seseorang, kelak akan ada yang menerimamu dengan lega…

Published 27 Mei 2017 by Febrianti Ambar N

Yang paling aku takutkan ketika berada dekat denganmu adalah aku tidak sedang menjadi diriku.

Yang aku takutkan adalah aku tengah menjadi orang lain. Seseorang yang kau sebut-sebut sebagai sosok yang kau cari. Seseorang yang nantinya membuatmu berhenti mencari. 

Yang aku takutkan adalah aku bukan aku yang seperti biasanya. Bukan aku yang ingin dengan sederhana jatuh padamu. Tapi, aku yang terlalu tebal menggunakan topeng demi terlihat baik di hadapanmu.

Yang aku takutkan adalah kau yang tidak bisa mengenaliku karena aku yang tidak sedang menjadi diriku sendiri.