Menangislah bukan karena lelaki yang telah menyakiti hati, tapi menangislah karena kebodohan diri. Menangislah karena telah membiarkan diri disakiti berkali-kali. Sementara Ayah dan Ibu telah mati-matian membahagiakan bahkan sebelum kau ada di dunia ini.
Kau yang Menjaga dan Terjaga
Published 4 Februari 2018 by Febrianti Ambar NAku kagum pada caramu menjaga. Kau mampu menjaga dengan sebaik-baiknya cara. Kau tahu bagaimana harus berinteraksi dengan lawan jenis di luar sana. Kau pandai sekali menempatkan diri agar tak mengotori yang seharusnya selalu terjaga.
Aku suka pada kebiasaanmu untuk tetap terjaga. Kau bisa menahan diri dari segala rasa yang berujung sia-sia. Kau dengan baiknya menjaga perempuan-perempuan yang belum paham bahwa dirinya berharga. Kau selalu memegang teguh prinsipmu untuk tak melanggar batas-batasNya.
Aku percaya bahwa lelaki sepertimu pantas mendapatkan perempuan yang terjaga pula. Maka, tetaplah setia untuk terus menjaga semampu yang kau bisa. Percayalah bahwa Dia tidak akan melepaskanmu dengan begitu saja. Sebab selama ini pula Dia yang terus menjaga dan membantumu tetap dalam keterjagaan dengan sebegitu baiknya.
Selamat menjaga 🙂
Malang, 22 April 2017.
Ada yang memang harus kau relakan, membiarkan ia memunggungi setiap detik kenangan. Sebab mencintai jangan sampai memaksa. Memaksanya untuk bertahan, memaksanya untuk mencintai seseorang yang tak bisa ia cintai pula.
Sudah, ya. Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan yang mendalam. Biarkan yang pergi untuk berkelana lagi. Jangan siksa diri dengan menenggelamkan diri dalam tangis yang entah kapan habis. Sudah, ya. Tuhan mencintaimu dengan lebih, maka dari itu ia memilihkan siapa yang baik dan tak baik untuk membersamaimu. Cintailah Dia, lagi dan lagi.
Jatuh cintalah bila memang kau menemui seseorang yang pantas untuk itu. Tapi, cintailah sekadarnya dan biarkan ia tumbuh atas nama-Nya agar ridho-Nya tetap menyertaimu.
Darah kita adalah darah ibu, Daging kita adalah daging ayah
Ada ibu dan ayah bersama kita
Kemanapun kita pergi kita membawa ibu dan ayah kita
Kita ke mesjid , ibu dan ayah mendapatkan pahala seperti yang kita dapatkan
Kita ke tempat maksiat, ibu dan ayah juga mendapatkan dosa seperti dosa kita.
Aku pernah menanti. Seseorang yang berkata ingin sekali tinggal di sini. Tapi nyatanya, ia memilih pergi. Pergi setelah membuatku jatuh hati.
Aku pernah menanti. Seseorang yang berjanji akan segera kemari. Tapi nyatanya, ia tak juga menampakkan diri. Ia mengubah arahnya tanpa kuketahui.
Aku pernah menanti. Seseorang yang terlihat berjalan dengan gagah berani. Tapi nyatanya, ia ragu dan memilih kembali. Ada tempat lain yang masih ingin ia singgahi.
Kini, aku tak lagi menanti. Tapi, aku percaya ada yang tengah memperjuangkanku dan siap membersamai. Seseorang yang benar-benar pulang padaku, nanti.
Malang, 27 April 2017.
Kita begitu semangat mempersiapkan pertemuan, tapi lupa bahwa setiap pertemuan akan berjodoh dengan perpisahan.
Tidak. Kamu tidak akan cukup mengenal seseorang hanya dari apa yang ia unggah ke media sosial.
Kalau ada rasa iri di dalam hatimu, semoga itu adalah iri karena kau merasa tak sedekat dia padaNya. Kau iri karena masih saja sibuk mempercantik penampilan, tapi tak peduli dengan hatimu yang masih diisi dengan hal yang tak semestinya, sementara ia terus menggenggam Dia dalam sanubarinya. Tanyakan pada dirimu, apa yang sering membuatmu iri dengan perempuan lainnya. Kulit yang lebih putihkah? Wajah yang lebih cantikkah? Banyaknya lelaki yang mendekati? Atau karena hubungannya dengan Ilahi?
Coba cek lagi 🙂